Komisi I DPRD Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) mengadakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama sejumlah mitra kerja dari SKPD, antara lain Bappeda, Disdukcapil, dan Sekretariat DPRD (Setwan), pada Selasa (14/9/2025) di ruang rapat Komisi I.
Rapat tersebut dipimpin langsung oleh Ketua Komisi I, Braien Reiner Leonard Waworuntu, S.E., didampingi para anggota komisi.
Menurut BW, sapaan akrabnya, “RDP dilaksanakan guna mengevaluasi program dan anggaran dari para mitra kerja SKPD.”
Selain membahas evaluasi program, Komisi I juga menyoroti realisasi penggunaan anggaran. Dalam sesi bersama Setwan, BW turut menanyakan soal kontrak kerja sama media yang menjadi mitra Sekretariat DPRD Sulut.
“Sekiranya masa kontrak media tetap berlaku hingga Desember 2025, bukan hanya sampai Oktober seperti yang beredar,” ujarnya.
Politisi Nasdem itu menegaskan, kontrak kerja sama biasanya berjalan sampai akhir tahun. “Media berperan penting dalam menyampaikan informasi kegiatan DPRD setiap hari, jadi layak mendapat apresiasi,” tambahnya.
Wakil Ketua DPRD Sulut, Royke Anter, juga menilai kerja sama dengan media perlu perhatian khusus, terutama bagi jurnalis yang aktif meliput kegiatan lembaga dewan.
“Media yang rajin meliput kegiatan DPRD patut mendapat apresiasi. Kerja sama ini harus diperhatikan dengan baik,” katanya.
Sementara itu, anggota Komisi I Rasky Mokodompit mengusulkan peningkatan dukungan terhadap wartawan melalui penambahan advertorial.
“Kesejahteraan wartawan yang meliput di Sekretariat DPRD harus diperhatikan. Jika sebelumnya satu advertorial per bulan, sebaiknya ditambah menjadi dua kali. Media yang rajin hadir dan aktif memberitakan kegiatan DPRD perlu diprioritaskan,” tegasnya.
Dukungan serupa disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi I Rheza Woworuntu serta anggota Mulyadi Paputungan dan Feramita Mokodompit, yang sepakat memperjuangkan kesejahteraan jurnalis aktif di lingkungan DPRD Sulut.
Menutup pertemuan, Plt. Sekretaris DPRD Sulut, William Niklas Silangen, menyampaikan terima kasih atas berbagai masukan. Ia menegaskan bahwa pihaknya akan menindaklanjuti aspirasi tersebut.
“Kami akan memberikan prioritas kepada wartawan yang rajin hadir dan aktif memuat berita. Ke depan, kerja sama media akan ditinjau ulang dengan memperhatikan kehadiran fisik dan pemberitaan terkait aktivitas pimpinan serta anggota DPRD Sulut,” jelas Silangen.
Dalam kesempatan itu, BW juga menyampaikan keluhan mengenai fasilitas ruang kerjanya.
“Lampu di ruangan saya sudah mati. Siapa yang bertanggung jawab? Mungkin Pak Justman. Mohon hal ini bisa segera diperhatikan,” ujarnya.
Kepala Bagian Persidangan Setwan, Justman Entjaurau, ST, langsung menanggapi hal tersebut.
“Mohon izin, Pak. Terkait lampu yang dikeluhkan, sudah kami perbaiki. Petugas juga telah mengirimkan bukti perbaikan. Kami mohon maaf karena baru hari ini mendapatkan informasi langsung dari Bapak,” tutur Justman.
Selain membahas dengan Setwan, Komisi I juga melanjutkan RDP bersama Bappeda dan BKAD. Dalam sesi itu, Feramitha Mokodompit menyoroti pelaksanaan program strategis pada triwulan ketiga tahun 2025.
“Pada poin 23, saya membaca mengenai asistensi penetapan data dalam rangka percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem (P3KE)…” ujar Feramitha, sembari menekankan masih adanya kesenjangan antarwilayah di Sulut. Ia juga mempertanyakan sejauh mana intervensi Bappeda terhadap desa-desa dengan tingkat kemiskinan ekstrem tinggi.
Kepala Bappeda Sulut, Elvira Katuuk, mengakui masih terdapat kendala pada pengelolaan data.
“Terkait data, memang kami akui, permasalahannya belum sepenuhnya terselesaikan. Ini juga telah kami sampaikan ke pusat…,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa berbagai jenis data seperti P3KE, DTKS, Regsosek, dan DTSEN masih perlu disinkronkan agar bisa diakses secara lengkap hingga tingkat desa. Elvira menegaskan bahwa tanggung jawab sinkronisasi berada di tingkat kabupaten/kota, sementara provinsi akan terus melakukan pengawasan.
Lebih lanjut, ia memaparkan daerah dengan angka kemiskinan tertinggi di Sulut.
“Daerah dengan tingkat kemiskinan tertinggi secara umum adalah Kabupaten Kepulauan Sangihe, disusul oleh Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan dan Minahasa Tenggara. Sementara untuk kemiskinan ekstrem, justru tertinggi berada di Kota Manado,” tutupnya.






