Rencana revitalisasi Museum Daerah Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) mendapat perhatian serius dari DPRD Sulut, khususnya Komisi IV yang membidangi urusan kebudayaan.
Dalam rapat kerja Komisi IV DPRD Sulut dengan Dinas Kebudayaan, Senin (20/10/2025), Wakil Ketua DPRD Sulut, Stella Marlina Runtuwene, mempertanyakan secara rinci konsep pembangunan museum yang akan direvitalisasi.
“Apakah hanya lantai satu, atau lantai dua atau seperti apa?” tanya Stella.
Politisi Partai Nasdem itu menjelaskan bahwa dirinya sempat berdiskusi dengan Iskandar Eko Priyotomo, M.Hum, Kasubdit Tata Kelola Permuseuman RI, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata.
“Saat saya bertemu dengan Pak Eko, beliau mengatakan bahwa dengan anggaran sebesar Rp3 miliar saja, sudah bisa membangun gedung tiga lantai,” ujar Stella.
Stella menilai penggunaan anggaran sebesar Rp14 miliar untuk proyek revitalisasi museum terkesan tidak proporsional dan belum memiliki perencanaan yang matang.
“Yang diharapkan dari revitalisasi ini bukan hanya sekadar perbaikan museum, melainkan adanya pembangunan gedung kesenian, taman budaya, dan ruang teater. Semua itu seharusnya include di dalamnya,” tegasnya.
Ia juga mengingatkan agar pengelolaan dana publik dilakukan secara transparan dan hati-hati.
“Ini jadi pembelajaran. Jangan sampai kita menyetujui anggaran besar tanpa kejelasan alokasi dan pemanfaatannya,” kata Stella.
Menurutnya, Dinas Kebudayaan seharusnya terlebih dahulu mempresentasikan secara rinci konsep pembangunan serta tahapan pelaksanaannya sebelum anggaran disetujui.
“Kami pun kaget, tahu-tahu sudah ada anggaran revitalisasi tanpa ada penjelasan terlebih dahulu,” ucap Stella dengan nada kecewa.
Stella menambahkan bahwa dari hasil komunikasi dengan pihak Kementerian, ada kesan bahwa rencana revitalisasi tersebut belum sepenuhnya sesuai standar nasional.
“Saat Pak Eko datang ke Sulut, beliau menyebut ‘jadul’,” ujarnya.
Ia pun mengingatkan agar Dinas Kebudayaan lebih terbuka terhadap kritik dan saran dari berbagai pihak.
“Masukan itu bukan untuk menjatuhkan, tapi untuk membangun. Jangan dianggap negatif saat orang memberi saran,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Stella menilai bahwa catatan dari Kementerian harus dipandang sebagai bentuk pengawasan positif.
“ACC pun sebetulnya mereka beratkan, tapi karena sudah ditekan, akhirnya disetujui. Itulah mengapa kami minta agar dilakukan presentasi terlebih dahulu agar semuanya jelas,” tegasnya.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Kebudayaan Sulut, Jani Nicklas Lukas, menjelaskan bahwa pihaknya telah beberapa kali berkoordinasi dengan Kementerian Kebudayaan, termasuk berdiskusi langsung dengan Iskandar Eko Priyotomo.
“Koordinasi ini kami lakukan karena saat itu sudah ada surat dari Pak Menteri yang menyatakan bahwa Museum Daerah Sulut akan diambil alih oleh Kementerian,” jelas Jani.
Ia menambahkan bahwa, sesuai struktur kelembagaan, setiap provinsi memiliki instansi vertikal dari Kementerian Kebudayaan, yakni Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XVII yang juga berada di Sulut.
“Oleh karena itu, kami ditugaskan untuk segera merespons surat tersebut dengan berkoordinasi, agar museum tidak serta-merta diambil alih,” sambungnya.
Menurut Jani, pihak Kementerian justru mengapresiasi komitmen Gubernur Sulut, Yulis Selvanus, yang memberikan perhatian besar terhadap rencana revitalisasi museum daerah.
Namun, pernyataan itu mendapat tanggapan dari anggota DPRD Sulut, Julyeta Paulina Runtuwene, yang menilai pelaksanaan proyek tersebut tidak realistis jika melihat besarnya anggaran dan waktu yang tersedia.
“Saya pesimis anggaran sebesar itu bisa dihabiskan dalam waktu yang sangat singkat,” ungkapnya.
Ia juga menyoroti bahwa batas waktu hingga November 2025 serta cuaca yang tidak menentu berpotensi menghambat penyelesaian proyek. “Dengan kondisi seperti ini, pengerjaan proyek berisiko tidak rampung,” tambah Julyeta.






